SENEKO NEWS | JAKARTA — Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan kunjungan kerja ke Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten untuk menindaklanjuti Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 pada Senin (2/12). Tujuan kunker untuk menggali informasi mendalam terkait pengelolaan keuangan negara, khususnya hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan di berbagai sektor.
Ahmad Nawardi, Ketua Komite IV menyampaikan bahwa kunjungan kerja ini menunjukkan komitmen DPD RI dalam mendukung pengelolaan keuangan negara yang transparan, efisien, dan bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat.
“Komite IV memiliki komitmen dalam meningkatkan kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga, menegaskan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang baik dan akuntabel, kolaborasi yang solid diharapkan mampu mendukung pembangunan, pertumbuhan ekonomi inklusif, serta kesejahteraan masyarakat di daerah” ujar Ahmad Nawardi.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Nawardi juga menanyakan tentang rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh entitas.
“Bagaimana dengan rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh entitas dalam jangka waktu lama misalnya sampai dengan 20 tahun?” tanya senator dari Provinsi Jawa Timur tersebut.
Senada dengan Ahmad Nawardi, Senator Kepulauan Riau Dwi Ajeng Sekar Respaty juga menanyakan tentang bagaimana tindakan BPK terhadap entitas yang tidak mengembalikan kerugian negara/daerah sesuai rekomendasi BPK.
Selanjutnya Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Arif Eka Saputra menyampaikan bahwa kunjungan ini penting untuk memperkuat kolaborasi antara DPD RI dan BPK RI dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Arif menegaskan bahwa temuan yang disampaikan BPK memerlukan perhatian serius dan akan menjadi bahan penting dalam penyusunan pertimbangan DPD RI atas IHPS I Tahun 2024. “Pertimbangan ini akan disampaikan kepada DPR dan Presiden sebagai bagian dari pengawasan sesuai dengan tupoksi yang dimiliki DPD RI,” ucap Senator dari Provinsi Riau tersebut.
Anggota DPD RI dari Provinsi Banten Habib Ali Alwi sekaligus Koordinator Tim Kunker menyampaikan apresiasi kepada BPK Provinsi Banten atas penerimaan yang baik serta kontribusinya dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara. "Kunjungan kerja ini merupakan langkah strategis dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK sebagai bagian dari tugas pengawasan DPD RI," ujarnya.
Senator lain, Rudy Tirtayana asal Papua Selatan menyoroti tentang berbagai kasus yang melibatkan auditor dengan auditee dalam rangka perolehan opini WTP suatu daerah. “Yang berbahaya bilamana ada kerjasama antara auditor dan auditee, dalam hal ini adalah entitas seperti pemda dalam rangka memperoleh opini WTP, bagaimana BPK mengkondisikan hal ini dan apa kira-kira punishment terhadap auditor yang demikian?” tanya Rudy Triyana.
Kemudian Senator Jambi Hj. Elviana dan Senator Papua Barat Yance Samonsabra juga menyoroti terkait perolehan opini WTP suatu daerah. “Dari paparan dan hasil pemeriksaan BPK, disampaikan bahwa banyak temuan permasalahan SPI dan ketidakpatuhan di beberapa daerah, namun daerah tersebut juga selalu mendapat opini WTP, bagaimana BPK menyikapi fakta ini?” tanya Elviana.
Sementara itu, Evi Apita Maya menanyakan tentang MoU antara BPK dengan Aparat Penegak Hukum (APH), “Pada Agustus 2020 ada MoU antara BPK dan APH (Kejaksaan) terkait dengan hasil pemeriksaan BPK, apakah MoU ini telah dijalankan oleh BPK?” tanya Senator asal Provinsi NTB tersebut.
Menanggapi pertanyaan Anggota Komite IV, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Banten Dede Sukarjo mengatakan khususnya terkait dengan proses pemeriksaan dan perolehan opini WTP pada entitas, BPK RI telah melakukan pemeriksaan berdasarkan standar, yakni kompetensi, independensi dan integritas pemeriksa. BPK RI juga memastikan bahwa auditor yang memeriksa di suatu daerah tidak terafiliasi dengan entitas manapun.
“Kami juga membuat semacam pernyataan pakta integritas dimana dalam surat tugas ada pasal kode etik pemeriksaan yang berisi larangan pemeriksa untuk menerima apapun dari entitas dan larangan membicarakan temuan entitas dengan pihak luar. Kami juga menyediakan sarana pengaduan bagi masyarakat jika menemukan anggota BPK yang menyimpang” jelas Dede Sukarjo.
Terkait peningkatan permasalahan ketidakpatuhan pada pemda, menurut Dede Sukarjo dalam paparannya, disebabkan oleh beberapa hal yaitu faktor SDM pengelola keuangan, pelaksana pengadaan barang & jasa dan pihak ketiga yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku, lemahnya pengendalian & pengawasan secara berjenjang atas pelaksanaan kegiatan, serta pengawasan internal yang dilakukan inspektorat belum efektif” ungkap Dede Sukarjo.
“Berdasarkan pengawasan kami, kendala utama yang seringkali dihadapi oleh Pemda dalam meraih WTP pada umumnya adalah dikarenakan kekurangan SDM yang kompeten dan seringnya mutasi pada pejabat kunci dalam pengelolaan keuangan daerah serta perubahan regulasi dan sistim informasi pengelolaan keuangan daerah” tambah Dede Sukarjo.
Di akhir paparan Kepala Perwakilan BPK Banten ini berharap agar DPD dapat menjembatani permasalahan-permasalahan pada Pemda yang bersifat lintas sektoral/melibatkan kementerian dan lembaga, sehingga koordinasi dan sinerginya berjalan dengan baik, “Kami juga berharap agar DPD RI dapat mendorong Pemda untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK secara tuntas dan menyeluruh” tutup Dede Sukarjo.
Ahmad Nawardi berharap agar rapat dengan BPK Perwakilan Provinsi Banten dapat mendukung Pembangunan daerah. "Diskusi yang dilakukan hari ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas keuangan negara dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan yang berkelanjutan bagi daerah," kata Ahmad Nawardi menutup kegiatan rapat.